REVIEW FILM MESTAKUNG
Judul
Film : Semesta Mendukung ( Mestakung).
Genre : Drama.
Tanggal
Rilis : 20 Oktober 2011.
Sutradara : John De Rantau
Pemain :
Sayev M. B., Dinda Hauw, Revalina S. Temat, Lukman Sardi, Laura Basuki, Indro
(Warkop), Feby Febiola, Ferry Salim, Sujiwo Tejo
Penulis : Soehendro, John De Rantau, Gangsar
Sukrisno, Putut Widjanarko
Studio : Mizan Productions
& Falcon Pictures
Durasi : 97 Menit
Jika kita sungguh-sungguh dan bekerja
keras dalam mewujudkan impian kita, maka semesta pun akan mendukung.
Begitu cuplikan dialog dalam Film Semesta Mendukung (Mestakung) arahan John de Rantau yang diproduksi Mizan Productions & Falcon Pictures dan di rilis pada tahun 2011 lalu.
Begitu cuplikan dialog dalam Film Semesta Mendukung (Mestakung) arahan John de Rantau yang diproduksi Mizan Productions & Falcon Pictures dan di rilis pada tahun 2011 lalu.
Film Mestakung bercerita tentang
seorang anak cerdas asal Madura yang pandai dalam Fisika bernama Arif (Sayev
M.B). Ia sangat senang mempelajari fisika. Baginya, fisika bukan sekedar
kumpulan teori dan rumus tetapi ilmu yang sangat dekat dengan kehidupan
sehari-hari. Ayahnya, pak muslat (Lukman Sardi) adalah seorang sopir truk
serabutan karena ladang garamnya tidak lagi berproduksi. Sedangkan ibunya,
salimah (Helmalia Putri) menjadi TKW disingapura selama tujuh tahun namun sudah
tiga tahun tidak mengirim kabar.
Seiring dengan berjalannya waktu,
Arief yang hanya tinggal bersama ayahnya ini merasakan kerinduan tak terbendung
pada sang ibu, hingga menyebabkan ia bekerja di sebuah bengkel sepulang
sekolah. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan untuk mewujudkan mimpinya pergi ke
Singapura hanya demi bertemu dengan sang Ibu. Di sekolah, Arief yang cerdas
dalam hal Fisika menarik perhatian gurunya, Ibu Tari (Revalina S Temat) agar
Arief bisa mengikuti lomba fisika tingkat propinsi. Arif menolaknya dengan
alasan ia tak bisa mencari uang lagi jika mengikuti lomba tersebut. Namun,
berkat bujukan dari seorang sahabat bu Tari yang bernama Pak Tio (Very Salim),
akhirnya Arif pun termotivasi untuk mengikuti lomba tersebut.
Film ini memiliki alur cerita yang
cukup menarik. Namun terdapat beberapa bagian cerita yang yang terkesan ambigu
sehingga cukup membingungkan untuk dipahami secara sederhana. Misal, pada saat
Arif menolak mengikuti lomba, namun akhirnya memutuskan untuk mengkuti lomba
tersebut karena berhasil mendengarkan pembicaraan Bu Tari dan Pak Tio tentang
lomba tersebut ke Singapura. Pada scene ini tidak digambarkan secara jelas
bagaimana Arief, mendengarkan percakapan kedua orang tersebut. Meskipun Film
ini berusaha untuk menghadirkan suasana motivasi, namun sayangnya belum
berhasil menyampaikan tujuannya tersebut. karena yang terjadi di premis-premis
selanjutnya terkesan monoton dan membosankan. Alur ceritapun berjalan sangat
lambat di awal film, namun menjadi sangat cepat ketika klimaks.
Pengambilan gambar dengan latar kehidupan Madura
disajikan cukup apik. Terutama ketika adegan karapan sapi yang mencitrakan
budaya Madura secara alami, yang memberikan ekspektasi yang baik di awal film.
Begitu pula dengan seting tempat lab fisika yang cukup atraktif, serta
landscape singapura yang diambil cukup meyakinkan. Setting Olimpiade Fisika
Internasionalpun disajikan cukup megah, hanya saja suasana dari kemeriahan
serta keseruannya tidak terlalu menggambarkan suatu olimpiade internasional,
melainkan hanya seperti panggung seminar ditengah gelanggang olahraga indor
yang kursinya tidak dipenuhi oleh penonton. Kehadiran Prof. Yohanes Surya
sebagai cameo pun tidak disajikan secara tepat, karena identitasnya hanya
disebutkan melalui suara mikrofon dengan gaung yang tinggi.
Sedangkan dari akting cukup banyak
yang aktor-aktor ternama yang terlibat dalam film Mestakung ini seperti Fery
Salim, Lukman Sardi, Revalina S. Temat, Sudjiwo Tejo. Namun potensi para
aktor tersebut tidak terlalu tergali dengan baik pada film ini. Chemistry yang
dibangun antar karakter terkesan monoton, porsi peranpun terlalu ditujukan kepada
sang karakter utama yang terkesan menutupi jatah karakter-karakter pendukung
lainnya. Ironisnya pemeran utama pada film ini sangat datar dan kaku. Beberapa
karakter dalam film inipun terkesan seperti ‘aktor tempelan’ yang hanya numpang
lewat saja, semisal Lukman Sardi yang sekedar muncul sebagai ‘bumbu’ dalam
dinamika kisah si Arif. Apalagi Sudjiwo Tedjo yang peranya tiba-tiba
hilang tanpa konklusi. Untungnya adanya Indro warkop yang cukup apik memainkan
perannya di Film ini, dapat memberikan nuansa segar di tengah jalan cerita yang
cukup membosankan. Selain itu, dialeg bahasa Madura yang disampaikan juga
cenderung dipaksakan. Sepertinya bagian casting terlalu terburu-buru melibatkan
para aktor yang notabene memang kebanyakan bukan etnis madura ini kedalam
proses produksi tanpa ada penggodogan dialek madura yang baik terlebih dahulu.
Terlepas dari berbagai kekurangannya,
menonton Film Mestakung ini, akan menumbuhkan kecintaan kita pada bangsa
Indonesia. Hal ini dikarenakan film ini terinspirasi dari kisah-kisah
kegemilangan putra-putri Indonesia mengangkat nama bangsa Indonesia di kancah
dunia internasional melalui berbagai olimpiada sains dan fisika yang dirangkum
dalam sebuah buku berjudul Mestakung oleh Prof. Yohanes Surya. Begitu pula
dengan pengangkatan kearifan lokal budaya madura, yang cukup unik dan layak
diapresiasi.
Akhirnya, bisa ditarik kesimpulan
bahwa Film Mestakung ini memang memiliki tema yang cukup menarik dan pesan yang
cukup inspiratif, hanya saja kurang dieksekusi dengan baik sehingga tidak
menyisakan momen apapun yang memorable dihati para penonton. Film Produksi
Mizan kali ini mungkin bisa dibilang tidak sesukses film-film sebelumnya
seperti laskar pelangi atau Denias, walaupun lebih baik dari Obama Anak
Menteng.
0 komentar:
Posting Komentar