Tugas
softskill ilmu sosial dasar 1
Nama : ahmad maftuh
Npm : 20414580
Kelas : 1ic10
Menganalisis
proses social di lingkungan saya
Disini saya menganalisa sebuah
daerah perkampungan yang memang belum tersentuh dengan teknologi-teknologi
canggih, pabrik-pabrik industry dan masih bisa dikatakan pedalaman.
Desa konang namanya, Perkampungan ini berjarak ±42 km dari kota bangkalan yang memang termasuk desa perbatasan bagian barat pulau Madura dengan daerah bagian tengah. Butuh waktu ±2 jam pejalanan dari pusat kota dengan melewati jalan yang bergelombang dan sempit. disinilah saya di besarkan dengan bermacam-macam watak dan pergaulan yang berbeda dengan sebelumnnya karena perbedaan tempat dan waktu.
Desa konang namanya, Perkampungan ini berjarak ±42 km dari kota bangkalan yang memang termasuk desa perbatasan bagian barat pulau Madura dengan daerah bagian tengah. Butuh waktu ±2 jam pejalanan dari pusat kota dengan melewati jalan yang bergelombang dan sempit. disinilah saya di besarkan dengan bermacam-macam watak dan pergaulan yang berbeda dengan sebelumnnya karena perbedaan tempat dan waktu.
Konang adalah desa yang agamis
dimana sebagian besar penduduknya hidup dalam lingkungan pesantren yang mayoritas
penuh dengan pelajaran agama baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Sebagian besar dari pemuda-pemudinya setelah lulus sekolah dasar maupun sekolah
menengah mereka di kirim ke lembaga pendidikan agama (pesantren) untuk menjadi
seorang manusia yang memiliki ilmu dasar agama yang memang di butuhkan dalam
kehidupan sehari-hari. Desa konang memiliki penduduk yang sopan, santun dan
saling peduli baik yang muda ataupun yang sudah tua, hubungan warga antar
desapun sangat harmonis. Mereka saling gotong royong dalam berbagai hal
seperti, perbaikan jalan, perbaikan jembatan, dan lain-lain. Kamipun juga
memiliki panitia-panitia khusus dalam bidangnya, seperti panitia remaja masjid
(remas) yang berhubungan dengan agama dan social masyarakat.
Di daerah saya memang penduduk asli
yang sudah berabad-abad dan turun-temurun, maka tidak heran rasa kekeluargaan
di antara kami sangat erat sekali, walaupun saya kelahiran Jakarta bukan
berarti saya tidak akrab dengan warga di desa saya. Keakraban saya di mulai
ketika saya masuk sekolah dasar di SD Negeri konang II. Disinilah interaksi
yang saya rasakan begitu berbeda dengan di ibukota yang mayoritas mendahulukan
kepentingan pribadinya. Masyarakat di desa saya berpegang teguh kepada prinsip
leluhur “settong ateh, settong dere” (satu hati, satu darah) prinsip inilah
yang membuat tali persaudaraan selalu kuat. Saya sebagai warga konang tentunya
ikut membangun kemakmuran desa saya, seperti ikut andil dalam kegiatan perbaikan
jalan, membendung sungai, dll. Di desa saya juga selalu di laksanakan acara
pembacaan tahlil dan yasin yang diadakan setiap malam jumat secara bergantian
dari satu rumah ke rumah lainnya demi menjaga tradisi sesepuh tedahulu untuk
menjaga silaturrahmi antar warga dan
untuk saling mendoakan sesepuh yag sudah mendahului kami. Mayoritas kami hidup
sebagai petani yang hidup dari hasil panen, tetapi bukan berarti kami tidak
bahagia. Dengan hal ini kami saling bahu membahu menolong sesama semampu kami.
Kami sangat menghormati orang yang
lebih tua dari kami, siapapun itu, dan dimanapun berada. Contoh hal kecil yang
sering kami lakukan ketika kami berkendara dan bertemu dengan yang lebih tua
kamipun berjalan perlahan untuk mengucapkan salam atau “tak langkong”
(permisi). Namun, bukan berarti yang lebih muda dihiraukan, kami pun sama
melakukannya. Dan sayapun tak lupa menjaga rasa pertemanan sesama pemuda dengan
sering bermain bersama, seperti main bola, main catur, bercanda gurau di waktu
senggang. Antara kami memang memiliki pemahaman yang berbeda tapi bukan berarti saling menjauhi,
kami saling melengkapi satu sama lain tak ada perbadaan derajat kaya maupun
muda bercampur padu demi menjaga tali persaudaraan. Tapi ada juga dari mereka
yang memang memandang saya ketika berpapasan dengan meraka seakan ada hal yang
tidak mereka suka, kemungkinan masalah antar keluarga yang tidak terselesaikan.
Mereka hanya menatap tetapi tidak menegur walaupun saya sudah menyampaikan
salam.
Waktu malam bukan berarti sepi, di desa
saya setiap malam selalu diadakan pengajian kitab, sholawatan, dll. Begitupun
saya tak lupa untuk beberapa kali ikut dalam kegiatan tersebut, disamping
penambah ilmu juga mendapatkan hal-hal lain yang belum tentu di dapat di dunia
pendidikan formal. Saya hidup di dua kehidupan yang memiliki dua pegangan yang
berbeda, diantara kami sekeluarga hanya saya yang melanjutkan ke pendidikan
negeri, sehingga untuk memfilter dua perbedaan sangatlah sulit dilakukan. Saya
tidak pernah meyerah dengan perbedaan dua lingkungan (pesantren dan
negeri) yang saya rasakan, karena
disinilah banyak hal yang saya lakukan. Kehidupan saya di dasarkan kepada agama
saya, dan hubungan social saya campurkan
antara percampuran santri dan umum dimana sulit sekali untuk dilakukan,,
Demikian, penjelasan mengenai proses
social yang saya lakukan di desa saya, desa konang, kecamatan konang, kabupaten
bangkalan, jawa timur.
0 komentar:
Posting Komentar